Assalamu’alaikum 🙂
Hari ini saya mau berkisah tentang tindik telinga pada bayi perempuan saya. Sebenarnya ini kisah lama, hanya saja sampai sekarang masih tersisa pilunya. Agak lebay kali ya, maklumlah, dia adalah anak pertama, dan memang saya orangnya mudah iba.
Kejadian
Jadi hari itu, 16 Desember 2019, saat Hanaura Arsa berusia 2 bulan lebih 3 hari, saya bersama Mbak dan anak perempuannya membawa Hanaura ke klinik. Kami sharing dulu dengan bidan di klinik tentang tindik yang akan dilakukan. Jadi di klinik tersebut, tindiknya itu langsung pakai anting berbahan stainless, istilahnya anting tembak. Gak bisa pakai anting yang kita bawa sendiri (waktu itu saya bawa anting emas kecil) karena emang klinik tersebut memakai cara tembak.
Setelah yakin dan mempersiapkan diri, Hanaura diangkat bidan dari pangkuan saya, dan dia diletakkan di ranjang. Pertama-tama, telinga Hanaura ditandai dulu pakai spidol biar nanti hasil tindiknya sama antara yang kanan dengan yang kiri. Selanjutnya, bidan menggosok telinga Hanaura dengan kapas beralkohol, dilanjutkan dengan pemberian betadine. Terus bidan ngeluarin anting dari wadahnya, dan disterilkan pakai alkohol.
Tahap selanjutnya (yang bikin aku merinding -bahkan saat ngetik- dan pilu yang membekas sampai sekarang) anting itu dicobloskan ke kuping Hanaura, lalu dipasang bagian belakangnya untuk mengunci agar anting tidak bergeser. Terasa sadis, bukan? 😭 Iya, bagi saya itu sadis banget. Saya mungkin tidak tahan jika telinga saya dicoblos begitu. Apalagi Hanaura yang masih sangat kecil saat itu. Hiks 😭
Apa Hanaura nangis? Iya, dia nangis. Saya juga. Dia nangis sampai tak bersuara. Ada sedikit bercak darah di bajunya. Bidan menenangkan dengan kalimat “Sudah, sekarang sudah cantik”. Dilanjutkan dengan pesan “Kupingnya jangan dibasahin selama seminggu, harus dijaga supaya tetap kering, dan jangan dikasi obat apapun. Antingnya jangan dilepas paling nggak sebulan.” gitu.
Alasan
Well, sebenarnya gak ada alasan pribadi untuk menindik telinga Hanaura. Semuanya pure dorongan dari pihak luar. Saya hidup di lingkungan yang membiasakan anak perempuan harus pakai anting sejak kecil. Bahkan sejak Hanaura berusia 2 minggu sudah disuruh untuk tindik. Padahal saya pribadi menganggap sebenarnya tindik itu adalah hak asasi yang bisa kapan aja perempuan lakukan. Menindik telinga seharusnya berdasarkan kemauan, bukan paksaan. But I’m done 😢 and I feel sorry…
2 Bulan Kemudian
Pada Februari 2020, muncul kemerahan di sekitar pipi dan telinga Hanaura. Saya gak langsung bawa ke dokter, cuma saya kasi baby cream aja. Sejak itu, Hanaura jadi makin sering garuk-garuk pipi dan telinganya. Beberapa hari kemudian, bagian pipinya mulai mengelupas dan lubang tindiknya berair.
Kemudian, saya memutuskan untuk melepas anting Hanaura. Kondisi kulitnya mulai membaik dalam beberapa hari. Lalu, saya pakaikan lagi antingnya. Tapi ruam kembali muncul di daerah telinganya. Waktu itu saya masih tidak konsultasi ke dokter, karena saya pikir Hanaura hanya tidak cocok dengan bahan antingnya. Kemudian, saya ganti anting stainless itu dengan anting bayi berbahan emas. Tapi belum seminggu dipasang, udah ilang karena Hanaura ngamuk-ngamuk minta nenen 😂
Sempat juga pakai anting bekas anak Mbak yang modelnya tindik dan kunci belakangnya karet. Tapi itupun gak bertahan lama karena sering lepas akibat sentakan tangan mungil Hanaura. And finally, saya memutuskan untuk tidak memakaikan Hanaura anting lagi di usianya yang belum sampai 5 bulan.
Ada yang punya pengalaman soal tindik telinga bayi? Atau punya cerita pilu lainnya? Yuk share ^^
Leave a Reply
View Comments